Kenapa pendaki gunung?
Kenapa bukan seorang penerjun payung? Atau seorang diver? Atau seorang biker?
Pendaki gunung ternyata mempunyai kualitas yang baik sebagai calon pendamping
hidup. Percaya atau tidak itu terserah Anda semua.
|
SURYA DI Puncak MERAPI terlihtat gunung Sindoro dan Sumbing |
Bukan karna
saya seorang pendaki gunung, kemudian merasa pantas sebagai seorang pacar
idaman. Ini lebih dari sekedar itu, ini berbicara pengalaman yang saya rasakan
selama ini. Pengalaman melangkahkan kaki untuk menggapai puncak-puncak
tertinggi, membawa ransel penuh dan berat yang berisi logistik pendakian dan
menghabiskan waktu berhari-hari di dalam hutan demi bisa mengalahkan diri
sendiri.
Penasaran kan kenapa kamu harus mempertimbangkan dia yang
gemar mendaki gunung untuk menjadi calon pasangan?
1. Dia Terbiasa Menetapkan Target dan Berpendirian
Teguh
Orang yang sukses adalah mereka yang berani menetapkan target dan mematuhinya.
Pendaki gunung sudah akrab dengan kebiasaan yang satu ini. Mereka terbiasa
menetapkan tujuan akhir yang harus dicapai dalam setiap pendakian.
Sebelum
pendakian dimulai, dia akan memperhitungkan waktu dan tenaga yang dimiliki
kemudian menyesuaikannya dengan rute yang akan dihadapi. Dia bisa dengan tepat
menetapkan target sesuai sumber daya. Kemampuan ini oke banget jika
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya tak pernah sepakat dengan mitos yang mengatakan
bahwa pendaki gunung itu adalah orang-orang yang kurang kerjaan dan tidak punya
tujuan. Bagi saya mereka itu justru orang yang sudah memantapkan tujuan dengan
jelas, yakni puncak gunung. Tidak akan ada istilah “mengalir sajalah ikuti
arus!”
2. Punya Semangat Untuk Mengalahkan Diri Sendiri
Musuh terbesar seseorang sebenarnya bukan orang lain atau lingkungan di
sekitarnya, melainkan dirinya sendiri. Inilah filosofi yang dipegang oleh
kebanyakan pendaki gunung. Kegiatan mendaki dipahami sebagai proses mengalahkan
batas diri sendiri. Menantang diri untuk mengalahkan rasa letih demi
menjejakkan kaki di puncak.
Pasanganmu yang gemar mendaki gunung tahu bahwa tujuan
akhirnya gak akan bisa dicapai jika dia tidak keras pada dirinya sendiri. Dalam
kepalanya akan bergaung suara, “Ayo jalan 5 langkah lagi!” setiap kakinya
hendak mogok minta berhenti. Dia gak mau dikalahkan oleh rasa capek, malas,
lapar ataupun dingin. Dia bisa mengontrol dirinya untuk terus berjuang
mengalahkan semua keengganan yang muncul dari beratnya proses pendakian.
Bagi mereka
menjejak di puncak adalah tujuan pasti dari sebuah perjalanan. Jika belum bisa
menjejak, itu akan dianggap sebagai hutang yang harus dilunasi entah kapan
waktunya. Dan goal-goal ini juga akan berlaku dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Ada puncak-puncak kehidupan yang harus mereka gapai.
3. Dia Pasti Rendah Hati
Pendaki yang baik tidak pernah merasa dirinya lebih hebat dari orang lain.
Walaupun dia sudah pernah menjejakkan kaki di berbagai tanah tertinggi, dia gak
akan merasa lebih baik dari mereka yang belum. Pendakian justru menyadarkan
bahwa di tengah ganasnya alam, manusia itu nggak ada apa-apanya.
Jika kamu
memutuskan untuk menjalin hubungan cinta dengan seorang pendaki gunung, jangan
kaget bila dia sering mengingatkanmu agar jangan merasa punya kemampuan diatas
orang lain. Nggak heran sih, kebijaksanaan ini memang dia dapatkan dari semua
pendakian yang pernah dilalui.
Dia sudah pernah menemui pendaki berusia lanjut yang
segar bugar, dia pernah merasakan hampir mati karena hipotermia, dia juga
pernah tersesat dan hanya mengandalkan insting untuk menemukan jalur yang
benar. Di depan alam ciptaan Tuhan, dia sadar bahwa dirinya bukanlah
siapa-siapa.
4. Jiwa Berjuangnya Nggak Diragukan Lagi
Jika memang semangat juang adalah hal yang wajib ada dalam diri calon
pasanganmu, maka mengencani pendaki gunung adalah pilihan yang tepat.
Bercumbu dengan alam bebas yang cuacanya bisa berubah
sewaktu-waktu, bertaruh dengan kehidupan, serta melakukan aktivitas yang berat
bahkan cenderung ekstrim akan mampu menghasilkan mental yang tangguh dan
karakter kuat.
Dia adalah
orang yang bisa bertahan dalam situasi sulit. Rasa ingin berjuang dalam dirinya
sudah tidak diragukan lagi. Pasanganmu sudah pernah merasakan telapak kakinya
lecet dan sakit untuk berjalan karena rute turun yang terlalu curam. Tapi dia
memaksa dirinya untuk terus berjalan. Dia sadar bahwa pilihannya hanya terus
berjuang atau menunggu diselamatkan tim SAR.
5. Dia Mudah Bergaul Dengan Siapapun
Pendaki gunung biasanya punya teman yang datang dari berbagai latar belakang.
Selain solidaritas antar pendaki memang kuat, siapapun yang ditemui selama
pendakian adalah kawan seperjuangan di alam raya. Gak jarang hubungan ini akan
terus berlanjut sampai ke kehidupan normal pasca pendakian.
Kalau dia
bisa langsung nyambung dengan orang yang baru ditemuinya dalam Jeep carteran
menuju Ranu Pane, tentu dia gak akan kesulitan saat harus membuka percakapan
dengan teman dan keluargamu. Sering mengakrabi alam membuat dia mudah bergaul
dan terbuka terhadap setiap peluang untuk menjalin hubungan dengan orang baru.
6. Bisa Diandalkan
Pasangan yang bisa diandalkan adalah dia yang sudah selesai dengan dirinya
sendiri. Dia udah gak lagi galau hidupnya mau dibawa kemana, dia sudah tahu apa
yang benar-benar ingin dia lakukan dalam hidupnya. Proses mendaki gunung
memberikan seseorang kesempatan untuk berdialog dengan dirinya sendiri dan
menyelesaikan ganjalan dalam hati.
Ditengah
beringasnya 7 Bukit Penyesalan Gunung Rinjani, dia akan mengalami monolog
dengan sisi paling jujur dalam dirinya. Sambil menahan lelah dan teriknya
sengatan matahari, dia akan paham bahwa hidup harus benar-benar
diperjuangkan sesuai impian. Gak ada hidup yang pantas dijalani dengan kepuasan
setengah hati.
Kamu gak perlu lagi takut kehilangan dia ditengah
perjalanan, atau tiba-tiba harus banting setir 180 derajat. Dia sudah
menetapkan rute yang ingin ditempuh. Bahkan jauh sebelum bertemu kamu.
7. Punya Idealisme yang Kuat
Idealisme, adalah kemewahan yang kerap diagungkan oleh para pendaki gunung.
Hidup susah nggak masalah, asal bisa hidup dengan kepala tegak. Biasa
mengakrabi ganasnya alam membuat mereka ingin menjadi sebaik-baik manusia.
Mereka akan ogah ikut dalam aksi kotor demi keuntungan pribadi. Pendakian
mengajarkan bahwa hidup dan mati itu jaraknya setipis seutas tali.
Memiliki
pasangan seorang pendaki akan memberikanmu hidup yang sederhana, tapi penuh
arti. Mereka yang belajar di alam akan menyadari bahwa jadi manusia berguna itu
lebih penting daripada menumpuk harta bagi diri sendiri. Karena pada akhirnya,
kamu cuma punya integritas yang bisa dibawa sampai mati.
8. Kemampuan Kalkulasinya Pasti Oke
Suka sebel sama pasangan yang gak bisa mengatur jadwalnya sendiri? Atau kamu
paling anti sama orang yang gak bisa mengatur pengeluarannya? Sama pendaki
gunung, hal-hal menyebalkan yang berkaitan dengan masalah kalkulasi akan jarang
kamu temui. Kegemarannya mendaki membuat dia ahli dalam membuat estimasi.
Dalam
sebuah pendakian — terutama pendakian dalam tim, dia akan berhitung dengan
cermat soal waktu untuk menyelesaikan tiap etape. Juga soal besarnya biaya yang
harus dibayar tiap anggota tim untuk belanja logistik. Selain punya semangat
juang yang tinggi, dia juga ahli dalam merencanakan sesuatu. Kualitas persiapan
dan aksinya seimbang. nah loh, kurang apa lagi?
9. Luwes Tapi Efektif
Pendaki gunung adalah orang yang terbiasa dengan perubahan. Dia bisa dengan
cepat menyesuaikan diri saat ada perubahan cuaca yang membuat perjalanan
terhenti. Walau mengeluarkan kerangka tenda dan mendirikan tenda itu ribet,
tapi dia gak akan mengeluh saat terpaksa harus nge-camp karena cuaca buruk.
Dia adalah
pribadi yang fleksibel namun di lain sisi juga sangat efektif dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Walau harus mengubah ritme perjalanan, bukan
berarti waktu pendakian molor. Dia harus tetap memperhitungkan kondisi logistik
yang kian menipis. Kualitas macam ini nggak dimiliki oleh semua orang. Dan
biasanya, mereka yang bisa dengan luwes membawa diri namun tetap efektif
bekerja adalah mereka yang bisa sukses.
10. Tidak Mudah Terjebak Kenyamanan
Ketika sudah mendapat posisi yang mapan, apa yang biasa dilakukan oleh orang
kebanyakan? Menikmati dan berleha-leha, bukan? Masuk kerja- pulang sore –
menunggu macet di mall – membelanjakan uang di cafe yang chic – berharap akhir
pekan datang – kembali menyambangi mall di akhir pekan. Apa iya kamu mau hidupmu
berakhir seperti itu?
Menjalani
hubungan cinta dengan pendaki gunung akan membuatmu belajar untuk terus
memperluas batas kenyamanan. Pendakian mengajarkan mereka bahwa pelajaran
selalu didapat justru dari usaha mengalahkan kesulitan. Mereka akan menantangmu
untuk mengalahkan batas kemampuanmu sendiri. Tanpa kamu sadari, perlahan kamu
juga akan belajar bahwa kenyamanan adalah jebakan yang harus dikalahkan kalau
tidak mau jadi pribadi yang tertinggal.
11. Bisa Menerimamu Apa Adanya
Mendaki mempertemukan dia dengan banyak tipe orang dari berbagai latar
belakang. Mulai dari yang kepribadiannya hangat dan oke banget, sampai yang
punya kelakuan unik dan butuh perlakuan khusus. Apalagi diatas gunung konon
seseorang akan benar-benar terlihat kepribadian aslinya. Demi lancarnya
perjalanan, dia akan berusaha menyesuaikan diri dengan karakter orang-orang
tersebut.
Alam telah menempa mereka dengan keras sehingga mereka
belajar banyak tentang kedisiplinan, kemandirian, penguasaan diri, kesabaran,
kerja sama, kepedulian dan masih banyak lagi.
Sebenarnya
pacaran itu gak ubahnya sebuah pendakian. Demi bisa sukses, kamu harus
pintar-pintar mengatur langkah agar sesuai dengan ritme teman seperjalanan.
Bersama pasangan yang kerap mendaki gunung, kamu gak perlu khawatir dia ilfeel
karena kelakuan anehmu. Kamu bisa dengan bebas menunjukkan dirimu yang
sesungguhnya. Dia bisa memahami bahwa semua orang lahir dengan kekurangan dan
kelebihan masing-masing.
12. Biasanya, Mereka Romantis
Walau tampangnya gahar, kulitnya hitam karena keseringan terpapar matahari —
tapi hati anak gunung itu lembut dan hangat. Kalau orang lain menghadiahimu
dengan cokelat dan bunga atau boneka lucu, dia akan menghadiahimu foto matahari
terbit di Ranu Kumbolo atau malah menyebut namamu dalam doanya di puncak-puncak
tertinggi gunung yang dia daki. Romantis kan?
13. Dia
yang Sabar Menghadapi Apapun
Untuk mencapai posisi puncak gunung memerlukan proses yang panjang dan kerja
keras. Tidak bisa tiba-tiba nangkring di puncak dan menikmati sunrise yang
aduhai itu. Karena itu mereka akan menjadi sosok yang sabar dan menghargai
proses.
Kesabaran adalah salah satu kunci keberhasilan para
pendaki gunung mencapai puncak. Sekali dia gak sabaran, dia akan quit dan
pulang. Tapi, kebanyakan para pendaki gunung itu punya batas kesabaran di atas
rata-rata. Meskipun lelah, letih, lesu, dan loyo, tapi dengan sabar dia mendaki
tanjakan demi tanjakan agar sampai ke puncak gunung.
Kamu suka
ngambek? Bete? Uring-uringan gak jelas?
Ngadepin gunung yang rajanya PHP aja merka sabar, apalagi cuma ngadepin kamu?
Iya kamu!
14. Dia yang Penyayang dan Jelous
Pernah dimarahin sama pacar kamu yang pendaki gunung itu gara-gara buang sampah
sembarangan?
Tidak hanya sama kamu, bahkan sama orang yang tidak dikenal pun dia berani
marah-marah kalau buang sampah sembarangan.
Coba, bakal sebersih apa rumah tangga kalian kalau sama pendaki gunung?
Dan dia
akan sangat cemburu jika hutan dan Edelweisnya ada yang merusak dan memetik.
Apalagi kalau ada yang berani-berani mencolek kamu.
15. Dia Paham Makna “Rumah” dan “Pulang”
Seorang pendaki gunung tahu benar arti hangatnya sebuah rumah. Pada
pendakian-pendakian panjangnya dia sering duduk, memandang bintang dari dataran
setinggi 3000 meter diatas permukaan laut, membayangkan hangatnya rumah yang
ditinggalkan. Tidak jarang rasa rindu ingin pulang jadi kekuatan saat
langkahnya sudah sempoyongan dihadang trek pasir.
Dia akan menghargai makna “pulang”, “rumah” dan
orang-orang yang berada di dalamnya. Beruntunglah kamu jika pada pelukmu lah
dia selalu menemukan hangatnya rumah yang jadi sumber semangatnya menuntaskan
pendakian.
Coba
pikirin, ketika kamu lagi sedih, cemas, dan marah-marah karena tahu dia mau
mendaki gunung, dia cuma memandang kamu dalam-dalam, lalu memelukmu sambil
berkata:
“Jangan khawatir. Aku pasti pulang. Buat kamu….”
Kapan lagi bisa digituin? Kapan lagi?
Sudah siap naik gunung? ;)